Oleh : Dhella Anggesta Vanindya (Staf SD YBIS)
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Disinilah anak-anak tinggal bersama orang tuanya. Sudah banyak penelitian yang menyatakan betapa pentingnya keluarga dalam proses tumbuh kembang anak. Tidak hanya dalam perkembangan fisiknya, tapi juga mental mereka, gizi hingga nilai-nilai yang diserap anak-anak dari keluarganya bahkan memengaruhi hidup mereka hingga dewasa kelak.
Sejak awal kehidupan, anak-anak bergantung kepada orang tuanya untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan mereka. Ya, setiap orang tua memiliki tugas untuk merawat anak mereka. Lebih lanjut, di Indonesia, tanggung jawab orang tua terhadap anak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa ada empat hal yang menjadi kewajiban setiap orang tua, yaitu:
Pada poin ke 4, terdapat tanggung jawab pendidikan anak yang hal ini harus ditangani langsung oleh kedua orang tua. Para pendidik yang mendidik anak di sekolah–sekolah, hanyalah partner bagi orang tua dalam proses pendidikan anak.
Orang tua yang berusaha keras mendidik anaknya dalam lingkungan ketaatan kepada Allah, maka pendidikan yang diberikannya tersebut merupakan pemberian yang berharga bagi sang anak, meski terkadang hal itu jarang disadari. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim: 7679).”
Mengenai tanggung jawab pendidikan anak terdapat perkataan yang berharga dari imam Abu al-Hamid al-Ghazali rahimahullah. Beliau berkata,
“perlu diketahui bahwa metode untuk melatih/mendidik anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari urusan yang lainnya. Anak merupakan amanat ditangan kedua orang tuanya dan qalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga dan murni yang belum dibentuk dan diukir. Dia menerima apa pun yang diukirkan padanya dan menyerap apa pun yang ditanamkan padanya. Jika dia dibiasakan dan dididik untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Dan setiap orang yang mendidiknya, baik itu orang tua maupun para pendidiknya yang lain akan turut memperoleh pahala sebagaimana sang anak memperoleh pahala atas amalan kebaikan yang dilakukannya. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa serta dosa yang diperbuatnya turut ditanggung oleh orang-orang yang berkewajiban mendidiknya” (Ihya Ulum al-Din 3/72).
Senada dengan ucapan al-Ghazali di atas adalah perkataan al-Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah,
“Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang berguna baginya, lalu dia membiarkan begitu saja, berarti dia telah berbuat kesalahan yang fatal. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua mengabaikan mereka, serta tidak mengajarkan berbagai kewajiban dan ajaran agama. Orang tua yang menelantarkan anak-anaknya ketika mereka kecil telah membuat mereka tidak berfaedah bagi diri sendiri dan bagi orang tua ketika mereka telah dewasa.
Ada orang tua yang mencela anaknya yang durjana, lalu anaknya berkata,
“Ayah, engkau durjana kepadaku ketika kecil, maka aku pun durjana kepadamu setelah aku besar. Engkau menelantarkanku ketika kecil, maka aku pun menelantarkanmu ketika engkau tua renta.” (Tuhfah al-Maudud hal. 125).
Sumber : https://muslim.or.id/20835-pendidikan-anak-tanggung-jawab-siapa https://www.cussonskids.co.id/tanggung-jawab-orang-tua-terhadap-anak/
Tinggalkan Komentar