Penulis : Khoulah, S.Pd
(Guru TK YBIS Sako)
Anak-anak usia dini dimimna untuk duduk di kursi selama beberapa jam. Lembar-lembar kerja dibagikan, setiap anak dimnta untuk memegang pensil dan menyelesaikannya. Guru berjalan berkeliling, memastikan setiap anak menyelesaikan tugasnya. Sesekali, guru melingkarkan tangan dari balik tubuh anak, lalu membetulkan genggaman pensil anak, membantu menekan batang pensil atau krayon agar guratannya menjadi tebal. Tak lupa, guru menegur anak-anak yang tampak tak betah duduk di kursinya atau mulai sibuk mengobrol dengan temannya.
Familier dengan keadaan tersebut ?
Atau, situasi yang satu ini.
Orang tua dan guru mulai gemas dan akhirnya naik pitam saat mengajari anak usia dini membaca. Orang dewasa di sekeliling anak sering kali kesulitan berempati terhadap anak yang sedang belajar membaca. Tak habis pikir rasanya, mengapa sulit sekali bagi anak untuk memahami bahwa ketika huruf “m” dan “a” diletakkan bersebelahan, kedua huruf tersebut dibaca “ma”?
Semakin anak tampak kesulitan saat belajar membaca, semakin keras upaya kita membombardiı mereka dengan berbagai cara yang nyatanya justru membuat anak frustrasi dan menjadi kesulitan belajar membaca. Belum lagi, “cara cara tambahan seperti cubitan, pukulan, dan bentakan di sepanjang proses belajar membaca. Rasanya, kita semua tak asing dengan cara-cara yang demikian.
Cara-cara di atas adalah cara-cara konvensional yang sudah waktunya dihentikan.
“… the teacher’s task is first to nourish and sasist, to watch, encourage, guide, induce, rather than interfere, prescribe, or restric.” Dr. Montessori (dalam buku The Montessori Method)
Kutipan di atas dengan gamblang menjelaskan pandangan Dr. Montessori terhadap peran guru dalam mendampingi anak belajar. Dukungan dan pendampingan serta observasi merupakan hal yang penting untuk dilakukan, bukan intervensi, pemaksaan, dan sekadar larangan sebagaimana yang selama ini sering terjadi. Sepertinya, “tradisi turun-menurun ini juga menjadi salah satu tantangan kita dalam mendampingi proses belajar membaca anak anak. Dibutuhkan pengetahuan dan kekuatan hati untuk melepaskan diri dari hal-hal yang selama ini telah dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita.
Mari kita coba pikirkan, apakah cara-cara yang kita lakukan sudah cukup membantu anak tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat? Apakah betul kita sudah membantu mereka? Atau, jangan-jangan justru kitalah yang membuat mereka tak menyukai proses seumur hidup bernama “belajar”?
Sumber :
Vidya Dwina Paramita. 2021. Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja. Yogyakarta: Penerbit Bentang.
Tinggalkan Komentar