Penulis : Zia Ulfah (Guru TK YBIS)
“Amarah berawal dengan kegilaan, dan berakhir dengan penyesalan.”
Amarah yang memuncak, bisa membuat orang gelap mata. Ketika meledak, ia kehilangan kendali dirinya. Lisan menyemburkan laknat, caci, dan cela. Tangan atau kaki menyakiti orang yang menjadi sasarannya. Sempurnalah keburukannya.
Allah dan Rasul-Nya mengajari kita menahan amarah. Bukan melepaskannya. Allah janjikan surga bagi orang yang
“Menahan amarah dan memaafkan orang lain.”
Q.S. Ali-Imran : 134
Rasulullah shalallahu’alayhi wa sallam bersabda,
“Orang kuat bukan yang jago gulat. Orang kuat itu yang mampu mengendalikan diri ketika marah.”
HR. Bukhari dan Muslim
Kata Rasulullah shalallahu’alayhi wa sallam,
“Jika kalian marah, hendaknya diam.”
HR. Ahmad
“Jika kalian marah dalam posisi berdiri, hendaknya duduk, agar amarah mereda. Jika amarah tak hilang juga, hendaknya berbaring.”
HR. Ahmad dan Abu Dawud
Ulama jelaskan bahwa posisi duduk dan berbaring mempersulit tubuh untuk bergerak secara leluasa. Ini memperkecil potensi terjadinya tindak aniaya.
Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah (seorang ulama tabi’in) berkata :
إن الرجل ليتكلم في غضبه بكلمة يهدم بها عمل ستين سنة
“Sungguh ada seseorang berbicara ketika sedang marah dengan suatu kalimat yang bisa menghancurkan seluruh amalannya selama enampuluh tahun.”
Fathul Baari, karya Ibnu Rajab al hambali rahimahullah, 1/200
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
“Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.”
HR. Bukhari 6478
Dalam riwayat lain disebutkan bahwasanya beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu (dampak bahayanya), namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat.
HR Muslim, 2988
Iman seorang muslim tidak akan bisa istiqomah sampai lisannya istiqomah.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
“Iman seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga hatinya istiqomah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga lisannya istiqomah.”
HR. Ahmad 12336
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Jika anak Adam memasuki pagi hari, sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lisan: “Bertakwalah engkau kepada Allah dalam menjaga hak-hak kami. Sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istiqomah, maka kami juga istiqomah. Jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang.”
HR. Tirmidzi no. 2407
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik atau jika tidak maka diamlah.”
Muttafaqun ‘alaihi
Barokallahu fiikum...
Itulah kenapa, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang kita marah. Sebab amarah adalah pintu seluruh keburukan. Ia berdampak pada fisik dan jiwa pelakunya. Berpotensi besar merusak amal shalihnya.
Amarah berakhir dengan sesal dan duka. Terutama ketika dilampiaskan pada orang-orang yang paling berhak mendapat permakluman dan maaf kita. Orang tua, istri, dan anak misalnya. Apalagi, jika pemicunya bukan sesuatu yang melanggar kehormatan Allah Ta’ala, tapi hanya karena kita tidak sabar pada rengekan mereka.
Semoga Allah jaga kita dari keburukan amarah yang meraja.
Sumber : - Ahadits Al-Akhlaq, Syaikh 'Abdurrazaq, Dar Al-Imam Muslim, hal. 18, 215-229 IG: @abun_nada @fiqihwanita_ @mahasiswa.salaf
Tinggalkan Komentar