Penulis : M. Rizky Perdana, M.Pd
(Guru SD YBIS)
Pendidikan dasar memberikan bekal dasar kepada peserta didik agar mampu mengembangkan kehidupannya dan siap mengikuti pendidikan selanjutnya. Dalam buku “Pendidikan Anak di SD”, tujuan pendidikan di Sekolah Dasar mencakup dasar pembentukan dasar kepribadian peserta didik sebagai manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tingkat perkembangan dirinya (Agus Taufiq, 2011: 1.13).
Pendidikan dianggap penting di dunia, karena dunia butuh akan orang-orang yang berpendidikan agar dapat membangun Negara yang maju. Tapi selain itu karakter pun sangat diutamakan karena orang-orang pada zaman ini tidak hanya melihat pada betapa tinggi pendidikan ataupun gelar yang telah ia raih, melainkan juga pada karakter dari pribadi dari setiap orang.
Proses pendidikan di sekolah masih banyak yang mementingkan aspek kognitifnya ketimbang psikomotoriknya, sebagai pendidik yang ideal tentunya harus mengajarkan bagaimana etika-etika atau adab yang baik yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dimulai sejak dini.
Di dalam buku tentang Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence), Daniel Goleman menjelaskan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab dan main hakim sendiri serta hidup bak di hutan belantara yang tidak ada aturannya. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education).
Banyak pilar karakter yang harus kita tanamkan kepada anak – anak penerus bangsa, diantaranya:
Sekarang mulai banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang mengajarkan pendidikan karakter menjadi mata pelajaran khusus di sekolah tersebut. Mereka diajarkan bagaimana cara bersifat terhadap orang tua, guru-guru ataupun lingkungan tempat hidup. Mudah-mudahan dengan diterapkannya pendidikan karakter di sekolah semua potensi kecerdasan anak-anak akan dilandasi oleh karakter-karakter yang dapat membawa mereka menjadi orang-orang yang diharapkan sebagai penerus bangsa, bebas dari korupsi, ketidakadilan dan lainnya. Dan makin menjadi bangsa yang berpegang teguh kepada karakter yang kuat dan beradab. Walaupun mendidik karakter tidak semudah membalikan telapak tangan, oleh karena itu ajarkanlah kepada anak bangsa pendidikan karakter sejak saat ini.
Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan keputusan moral yang harus ditindak lanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi kebiasaan dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar, dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang diindentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktikkan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah, lingkungan sekolah, dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus antara lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga, dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat proses pembentukan tersebut.
Di samping itu, tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab, situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, dan budi pekerti yang luhur. Selain itu karakter yang harus dimiliki siswa di antaranya yaitu kerja sama, disiplin, taat, dan tanggung jawab. Dan yang terpenting adalah praktekkan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.
Dalam dunia keluarga, lingkungan keluarga merupakan faktor pertama pembentuk karakter anak. Anak usia 0-6 tahun terdapat masa peka. Masa dimana suatu fungsi berkembang sebaik-baiknya. Masa peka ini hanya sekali selama hidup, sehingga datangnya masa peka harus mendapatkan pelayanan dan digunakan sebaik-baiknya, makin tepat pelayanan terhadap masa peka, anak akan semakin baik perkembangannya (Chasiyah, 2009: 6). Pada masa itu para orang tua harus memberikan keteladanan sebaik-bainya kepada para putra-putri mereka.
Nilai-nilai luhur dan keteladanan yang baik tersebut mari kita jadikan suatu kebiasaan. Dorothy Law Notle dalam Dryden dan Vos (dalam Furqon Hidayatullah, 2010: 50) menyatakan bahwa anak dari kehidupannya:
Mengingat kembali perjuangan para pahlawan yang rela berkorban jiwa dan raga untuk kemerdekaan Indonesia. Sehingga sekarang kita dapat berdiri dengan bebas di bumi Indonesia ini. Jadi apa sulitnya berbuat baik untuk kemajuan bangsa ini. Sungguh pahlawan zaman sekarang apabila semua perbuatan yang dilakukan didasarkan pada cinta, pengabdian dan pengorbanan. Tidak perlu jauh-jauh memulainya, pengabdian itu dapat dimulai dari hal kecil seperti mencintai lingkungan di sekitar kita, desa, sekolah, kabupaten, dll. Juga berusaha untuk membuat prestasi yang membanggakan mulai dari hal-hal kecil dan terus berusaha menjadi prestasi yang besar.
Untuk menciptakan peradaban bangsa yang unggul, maka diperlukan pengoptimalan pendidikan karakter. Dengan cara mengoptimalkan penanaman nilai-nilai luhur di dalam dunia pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Menjadikan nilai-nilai luhur tersebut menjadi suatu kebiasaan dan juga dibutuhkan pengoptimalan dukungan dari pemerintah berupa kebijakan, sarana prasarana, komitmen pemangku kepentingan, lingkungan, pedoman, dll. Kesemua cara pengoptimalan tersebut akan sempurna bila didasari jiwa perjuangan dan pengabdian (patriotisme dan nasionalisme) terhadap tanah air kita Indonesia.
Tinggalkan Komentar