Oleh : Ade Agustian
(Kadiv. Digital Marketing SD YBIS)
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kesalahan yang dilakukan anak kecil yang belum baligh, tidak dinilai sebagai perbuatan dosa. Apalagi ketika itu dilakukan secara tidak sengaja. Baik kesalahan karena perbuatan, maupun kesalahan karena ucapan lisan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ الـمَجْنُونِ المَغلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ حَتَّى يَفِيقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَـحْتَلِمَ
“Pena catatan amal itu diangkat, untuk tiga orang: orang gila yang hilang akal sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia baligh.” (HR. Nasai 3432, Abu Daud 4398, Turmudzi 1423, dan disahihkan Syuaib al-Arnauth)
Hanya saja, ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan terkait kesalahan yang dilakukan anak kecil,
Pertama, anak kecil tidak boleh dibiarkan tenggelam dalam kesalahan, meskipun dia tidak berdosa.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menolak setiap kemungkaran. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka dia harus mengingkarinya dengan tangannya, jika tidak mampu dia harus mengingkarinya dengan lisannya, dan jika tidak mampu dia harus mengingkari dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah (dalam ibadah nahi munkar).” (HR. Muslim 49).
Dan kemungkaran, mencakup semua bentuk pelanggaran syariat, meskipun pelakunya tidak berdosa. Seperti yang dilakukan anak kecil, atau orang gila, atau binatang.
Al-Marudzi menceritakan,
رأيت أبا عبد الله مر على صبيان الكتاب يقتتلون ففرق بينهم
Aku pernah melihat Imam Ahmad melewati beberapa anak TPA yang bertengkar. Kemudian beliau memisahkan mereka semua. (al-Adab as-Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/162).
Mereka dipisah oleh Imam Ahmad, karena bertengkar adalah kemungkaran. Meskipun mereka – anak-anak – tidak berdosa dalam melakukannya.
Orang gila yang mengganggu, itu kemungkaran, meskipun dia tidak berdosa. Ayam jago yang bertarung, itu kemungkaran, meskipun ayam tidak berdosa. Dan semua itu harus kita ingkari dan kita ubah.
Karena itu, ketika keluar ucapan jorok dari anak, dia harus diperingatkan agar tidak mengulangi, dilarang keras untuk mengucapkan kalimat itu. Bukan malah ditertawakan, karena bisa membuat dia semakin mencari perhatian dengan mengulang kembali kalimat itu. atau bisa juga dia mengira dengan ditertawakan berarti disetujui. Dan itu lebih berbahaya.
Kedua, jika pelanggaran yang dilakukan oleh anak ini merugikan orang lain atau ada unsur merusak, maka walinya bertanggung jawab dengan menggantinya (dhiman), meskipun pelakunya yaitu si anak, tidak berdosa.
Ibnu Abdil Bar mengatakan,
الأمر المجتمع عليه عندنا في ذلك أن الأموال تُضمن بالعمد والخطأ
Sesuatu yang disekapat para ulama kami, bahwa semua harta yang dirusak, wajib diganti, baik sengaja maupun tidak sengaja. (al-Istidzkar, 7/279)
Ketiga, orang tua perlu cari tahu sebab anak ini mengucapkan kalimat seperti itu…
Diantara mereka ada yang hanya sebatas tiru-tiru kawannya, atau pernah dengar dari orang lain, atau dari orang tuanya. Karena anak terlahir dalam kondisi bersih, sesuai fitrah.. namun lingkungan terkadang yang membuatnya jadi kotor.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari 1385 & Muslim 6926).
Karena itulah, tugas orang tua berusaha untuk membersihkan anak-anak jika kotor karena lingkungan dan menghiasinya dengan ajaran islam, agar fitrah ini menjadi semakin indah..
Allahu a’lam.
Sumber : konsultasisyariah.com
Tinggalkan Komentar