Penulis : Fajar Selawati, M.Pd
(Guru SD YBIS)
Amalan ketika hidup dan bekas amalan akan dicatat di kitab yang jelas catatannya, tak ada sama sekali yang luput.
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Sesungguhnya Allah akan membangkitkan manusia setelah matinya untuk membalas amalan yang telah ia perbuat. Allah mencatat kebaikan dan kejelekan yang telah dilakukan ketika ia hidup, juga atsar (bekas) amalan yang ia tinggalkan setelah meninggal dunia.
Bekas amalan itu bisa berupa ilmu yang diajarkan pada yang lain. Inilah yang menunjukkan pentingnya dakwah ilallah dan besarnya pahala yang diperoleh.
Segala amalan dan niat telah dicatat dalam kitab yang berada di tangan malaikat yang berada di Lauhul Mahfuzh. Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 734.
Mengenai ayat (yang artinya), “(dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan) dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”, menurut Ibnul Jauzi, yang dimaksud “maa qoddamu” adalah akan dicatat kebaikan yang telah ia lakukan di dunia, begitu pula keburukan.
Yang dimaksud “atsarohum” atau bekas-bekas yang mereka tinggalkan, ada tiga pendapat di kalangan pakar tafsir:
Setiap amalan tadi telah dicatat dalam “imamul Mubin”. Yang dimaksudkan di sini adalah ummul kitab (induk kitab). Demikian disebutkan dalam ayat lain,
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al-Isra’: 71). Yang dimaksudkan dengan pemimpinnya di sini adalah dengan kitab amalan mereka yang bersaksi atas kejelekan dan kebaikan yang mereka lakukan.
Maksud ayat di atas sama dengan firman Allah dalam ayat lainnya,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi.” (QS. Az-Zumar: 69)
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun“.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Yang dimaksud bekas amalan, menurut tafsiran pertama adalah bekas langkah kaki.
Qatadah rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah lalai dari urusan manusia, maka tentu saja bekas-bekas (kebaikan dan kejelekan) itu akan terhapus dengan hembusan angin. Akan tetapi, Allah Ta’ala menghitung seluruh amalan manusia, begitu pula bekas-bekas amalan mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala akan menghitung bekas-bekas amalan mereka baik dalam ketaatan maupun dalam kemaksiatan. Barangsiapa yang ingin dicatat bekas amalan kebaikannya, maka lakukanlah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:330)
Maksud yang disampaikan oleh Qatadah ini juga disampaikan dalam beberapa hadits di antaranya sebagai berikut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ خَلَتِ الْبِقَاعُ حَوْلَ الْمَسْجِدِ فَأَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ يَنْتَقِلُوا إِلَى قُرْبِ الْمَسْجِدِ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ لَهُمْ « إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّكُمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَنْتَقِلُوا قُرْبَ الْمَسْجِدِ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَرَدْنَا ذَلِكَ. فَقَالَ « يَا بَنِى سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ ».
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di sekitar masjid ada beberapa bidang tanah yang masih kosong, maka Bani Salimah berinisiatif untuk pindah dekat masjid. Ketika berita ini sampai ke telinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Rupanya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian ingin pindah dekat masjid.” Mereka menjawab, “Benar wahai Rasulullah, kami memang ingin seperti itu.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Bani Salimah, tetaplah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat, tetaplah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat.” (HR. Muslim, no. 665)
Disebutkan dalam Tafsir Ath-Thabari sebuah riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Bani Salimah dalam keadaan kebimbangan karena tempat tinggal mereka jauh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas turunlah ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” Beliau bersabda, “Tetaplah kalian di tempat tinggal kalian. Bekas-bekas langkah kalian akan dicatat.” (HR. Ath-Thabari, 22:187)
Artinya di sini, langkah menuju masjid dalam amalan kebaikan akan dicatat, begitu pula langkah pulang dari masjid.
Dari Ubay bin Ka’ab berkata,
كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ – قَالَ – فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ »
“Dulu ada seseorang yang tidak aku ketahui seorang pun yang jauh rumahnya dari masjid selain dia. Namun dia tidak pernah luput dari shalat. Kemudian ada yang berkata padanya atau aku sendiri yang berkata padanya, “Bagaimana kalau engkau membeli unta untuk dikendarai ketika gelap dan ketika tanah dalam keadaan panas.” Orang tadi lantas menjawab, “Aku tidaklah senang jika rumahku di samping masjid. Aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku menuju masjid dan langkahku ketika pulang kembali ke keluargaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.” (HR. Muslim, no. 663)
“Bekas-bekas amalan” menurut tafsiran lainnya adalah bekas kebaikan dan kejelekan yang diikuti orang lain.
Dari Jarir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (HR. Muslim, no. 1017)
Jika ilmu yang bermanfaat diikuti oleh orang lain, seseorang yang menyebarkan kebaikan tersebut akan mendapatkan pahala orang yang mengikuti kebaikannya meskipun ia telah berada di liang lahad. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholih yang mendoakan dirinya. ” (HR. Muslim, no. 1631)
Tinggalkan Komentar