Penulis : Salsabillah, S.Pd.
(Guru SD YBIS)
Bismillah was shalatu was salamu’ala Rasulillah, wa ba’du
Seorang anak yang melihat ayahandanya senantiasa berdzikir mengingat Allah Ta’ala, mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah, alhamdulillah, subhanallah dan takbir, maka sang anak tersebut akan hafal ucapan tersebut melalui lisan ayahnya.
Demikian pula, seorang anak yang disuruh orang tuanya untuk bersedekah di malam hari kepada fakir miskin secara sembunyi-sembunyi, keadaannya tentu akan sangat berbeda dengan anak yang disuruh oleh orang tuanya untuk membeli narkotik atau minimal membeli rokok.
Anak yang menyaksikan orang tuanya berpuasa pada hari Senin dan Kamis, menghadiri solat berjamaah di masjid, tidak akan sama dengan anak yang menyaksikan orang tuanya di tempat joget, klub malam, diskotik atau bioskop.
Kita saksikan bahwa anak yang sering mendengarkan adzan, maka dia akan berusaha menirukan adzan. Demikian pula anak yang melihat orang tuanya menyanyi, akan selalu mengulang-ulang nyanyian tersebut.
Jika ada orang tua yang senantiasa berbakti terhadap kedua orangnya (kakek dan nenek sang anak), berusaha mengurusi dan memenuhi kebutuhan orang tuanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, intens berkomunikasi dengan keduanya, berziarah ke kubur keduanya setelah mereka tiada, sering bersedekah untuk keduanya, menyambung perbuatan baik kepada kolega, teman atau sahabat orang tuanya dulu, maka setelah melihat akhlak kedua orang tuanya, dia pun kelak atas izin Allah Ta’ala akan meneladani akhlak-akhlak yang mulia ini. Anak-anak tersebut akan memohonkan ampunan bagi keduanya setelah mereka tiada. Dan selanjutnya, dia pun akan melakukan berbagai hal sebagaimana yang telah dilakukan oleh kedua orang tuanya terhadap kakek dan neneknya.
Anak yang diajari orang tuanya solat dan berwudhu yang benar, tidak sama dengan anak yang diajak orang tuanya nonton film, musik dan menonton sepakbola.
Sesungguhnya anak yang melihat ayahnya bangun shalat malam, menangis karena takut kepada Allah dan membaca Al Qur’an, tentu akan berfikir mengapa ayahandaku menangis? Mengapa ayahandaku solat? Mengapa ayahandaku meninggalkan tempat tidurnya yang hangat untuk mengambil air wudhu yang dingin?
Mengapa dia rela menjauhkan lambungnya dari tempat tidur dan berdoa kepada Allah Ta’ala dengan penuh rasa takut dan berharap pahala?
Semua pertanyaan ini akan senantiasa terngiang-ngiang di benaknya dan akan dipikirkannya. Selanjutnya dia akan meneladaninya atas izin Allah Ta’ala.
Demikian pula seorang gadis yang senantiasa melihat ibundanya mengenakan hijab di hadapan laki-laki yang bukan mahram, menutup dirinya dari mereka, menghiasi dirinya dengan sifat malu, kewibawaan, menjaga kehormatan dan kesuciannya, maka dia pun akan mempelajari sifat malu, wibawa, menjaga kehormatan diri (‘iffah) dan kesuciannya.
Sebaliknya, seorang gadis yang melihat ibundanya senantiasa tabarruj (berhias) di hadapan laki-laki selain ayahnya, selalu berjabat tangan, tertawa, senyum-senyum dengan pria non mahramnya, bahkan berjoget bersama, maka dia akan mempelajari hal tersebut dari ibunya.
Bertakwalah kepada Allah, wahai ayahanda dan ibunda. Jadilah teladan yang baik bagi anak-anak kita dengan akhlak, tabiat dan tingkah laku. Sebelum itu semua, hendaklah kita memegang teguh agama kita, kecintaan kita kepada Allah Ta’ala dan Rasul–Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tinggalkan Komentar