Penulis : Anita Rianti (Staf TK YBIS)
Istilah “Bully” berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Bull” yang berarti banteng. Secara etimologi kata “Bully” berarti penggertak atau pengganggu yang lemah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia Bully disebut “Menyakat” yang artinya mengganggu, mengusik dan menindas orang lain.
Bully atau biasa disebut dengan bullying memiliki pengaruh secara jangka pendek dan jangka panjang terhadap korbannya. Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat perilaku bullying adalah depresi karena mengalami penindasan, menurunnya minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan menurunnya minat untuk mengikuti kegiatan sekolah. Sedangkan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari penindasan ini seperti mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan jenis, selalu memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-teman sebayanya.
Kita sebagai orang tua perlu menghentikan anak agar tidak menjadi Pembully dengan melakukan pendekatan terlebih dahulu, mengapa anak bisa melakukan hal tersebut. Beberapa jawaban anak-anak mengapa dirinya membully temannya (anak lain) di sekolah adalah sebagai berikut :
Dari beberapa jawaban tersebut, para orang tua bisa mengambil kesimpulan bahwasanya tindakan bully yang dilakukan anak bukan semata-mata kemauan yang terjadi secara spontan. Namun, ada latar belakang dan kondisi psikologis yang membuat anak sampai hati menjadi pembully.
Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan para orang tua, agar Ananda dirumah tidak melakukan pembullyan kepada orang lain :
1. Beritahu Anak Bahwa Pembullyan Itu Buruk
Peran orang tua sangatlah penting untuk memberi tahu anak bahwa tindakan ini adalah perilaku buruk yang berakibat negatif. Selain dipandang buruk oleh sesama teman, beri tahu juga bahwa tindakan ini adalah tindakan yang menyakitkan hati atau perasaan seseorang. Karena sebagian anak melakukan tindakan bullying kerena ketidaktahuannya.
2. Ajari Anak Untuk Menghargai Perbedaan
Ajari si kecil bahwa mengejek seseorang, baik itu penampilan, kondisi fisik, atau status ekonomi merupakan tindakan yang buruk. Bunda juga dapat mengajak anak mendatangi panti asuhan atau komunitas anak berkebutuhan khusus agar ia bisa berinteraksi secara langsung dengan anak-anak yang berbeda. Dengan begitu, si kecil bisa lebih berempati kepada mereka yang berbeda. Dan juga memberitahu bahwa perbedaan adalah sesuatu yang istimewa.
3. Kembangkan Empati
Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami emosi dari perasaan orang tersebut. Jika memahaminya, tentu anak tidak mau menyakiti orang lain. Bunda bisa mengembangkan empati anak dengan berbagai cara, seperti mengajarinya untuk berdonasi kepada korban bencana, memelihara hewan peliharaan, memberikan perhatian kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan.
4. Jadilah Contoh
Anak menjadi cermin dari orang tuanya. Artinya, perilaku yang dilakukan orang tua biasanya akan diikuti oleh anak-anaknya. Untuk itu, Bunda perlu menjadikan diri sendiri sebagai panutan. Misalnya, saat anak berbuat salah, pilih langkah untuk tidak memberinya hukuman fisik, seperti memukul, menampar, mengurungnya dalam waktu lama. Juga, tidak berteriak atau membandingkan anak dengan orang lain. Tindakan tersebut dapat membuat anak menjadi agresif karena kesulitan mengelola emosinya. Sebaliknya, orantua perlu menghadapi anak dengan tenang dan tahu cara tepat untuk mendisiplinkannya agar anak bisa mengelola emosi dan tidak membully temannya.
Sumber : IG rodiyafamily
Tinggalkan Komentar