Penulis : Eva Melia Sari
(Guru TK YB IS Cab. Sekip)
Zaman terus berubah, dunia bergerak cepat, membawa manusia pada berbagai kemajuan, namun juga tantangan yang semakin kompleks. Teknologi berkembang pesat, informasi mudah diakses, namun bersamaan dengan itu, muncul pula tantangan moral, tekanan hidup, serta krisis identitas dan spiritualitas. Di tengah kondisi ini, iman dalam diri seorang Muslim menjadi kompas utama yang menjaga arah hidup agar tetap berada di jalan yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala.
Iman menurut Ahlus Sunnah adalah perkataaan dalam lisan, keyakinan dalam hati dan amalan dengan anggota badan.
Imam Bukhari berkata dalam awal kitab shahihnya,
وهو قول وفعل يزيد وينقص
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.” Sampai beliau berkata,
والحب في الله والبغض في الله من الإيمان
“Cinta karena Allah dan benci karena Allah adalah bagian dari iman.”
(Shahih Al Bukhari dalam Kitab Al Iman)
Dalam Islam, iman mencakup kepercayaan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, dan takdir. Keyakinan ini memberi pondasi kokoh bagi seorang Muslim untuk menghadapi kerasnya realitas hidup. Ketika kesulitan datang, iman mengajarkan bahwa ujian adalah bentuk cinta dari Allah, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu?”(QS. Al-Baqarah : 214)
Di era digital ini, godaan begitu banyak. Media sosial menghadirkan dunia maya yang penuh ilusi. Gaya hidup materialistik dan individualistik sering kali mengaburkan nilai-nilai spiritual. Banyak orang merasa hampa meskipun hidupnya tampak sempurna secara duniawi. Inilah saatnya iman berperan penting menjadi penyejuk hati, pengarah langkah, dan pelindung dari kerusakan.
Seorang Muslim yang beriman tidak hanya kuat secara pribadi, tapi juga peduli pada sekitarnya. Ia jujur dalam berbisnis, adil dalam memimpin, santun dalam berbicara, dan lembut dalam berinteraksi. Semua itu tumbuh dari kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi. Ia tahu bahwa setiap amal akan dipertanggungjawabkan.
Iman juga menumbuhkan optimisme. Seberat apa pun beban hidup, orang beriman meyakini bahwa rahmat Allah selalu lebih besar. Ia tidak putus asa, karena yakin bahwa pertolongan Allah dekat. Sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. “ (QS. Al-Insyirah: 6)
Akhirnya, iman bukan hanya warisan, tetapi harus dipelihara dan diperkuat terus-menerus. Melalui shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu, dan berkumpul dengan orang-orang saleh, iman akan tumbuh subur dan menjelma menjadi kekuatan besar. Dengan iman, seorang Muslim mampu menghadapi tantangan zaman, bukan dengan putus asa, tapi dengan harapan dan keteguhan hati.
Barakallahu fiikum.
Sumber : rumaysho.com
Tinggalkan Komentar